Selamat buat Bapak Faizasyah atas tugas barunya. Kutipan berita di bawah ini diambil dari Sinar Harapan. Berita ini memang sudah lama tapi sangat worth sharing karena Pak Faiza pernah menjadi warga terbaik KBMI Hamilton.
Juru Bicara Baru Deplu, Teuku Faizasyah
Semalaman Tak Bisa Tidur
Jakarta – Kelegaan memancar di wajah Teuku Faizasyah. Juru bicara (jubir) Departemen Luar Negeri RI yang baru tersebut baru saja menuntaskan media briefing pertama yang dipimpinnya, Jumat (6/6) siang, beberapa saat sebelum salat Jumat. Pria Aceh kelahiran Bandung 43 tahun lalu itu baru dilantik menjadi Kepala Biro Administrasi Menteri (BAM) pada 14 April. Secara fungsional, Kepala BAM mengemban tugas sebagai jubir Deplu.
“Bagaimana, Pak, briefing-nya?” tanya SH. “Bagus… tapi terus terang saya tak bisa tidur semalam,” kata pria yang memulai kariernya sebagai diplomat di Direktorat Amerika tahun 1991-1992 itu. Beberapa teman wartawan yang ditanyai SH punya kesan pertama yang positif terhadap mantan Kepala Bidang Politik KBRI Pretoria tahun 2004-2008 itu.
Media briefing dibuka tepat pukul 10.30. Diplomat lulusan Sekdilu angkatan XVI itu masuk ke Ruang Palapa, ruang konferensi pers Departemen Luar Negeri sambil tersenyum. Mantan staf bidang Ekonomi KBRI Washington tahun 1995-1998 itu kelihatan agak tegang. Mengenakan setelan jas warna abu-abu, semua wartawan yang duduk di barisan depan disalami.
Tidak seperti briefing pertama para jubir baru lainnya, mantan Kepala Sekretariat Penasihat dan Utusan Khusus Presiden RI tahun 2003-2004 itu hanya didampingi Patrick Hasjim, Kepala Sub Bagian Media Elektronik Deplu. Jubir sebelumnya kini bertugas sebagai jubir dua. Menjabat sebagai Direktur Asia Timur Pasifik, Kristiarto Legowo sedang melawat ke China untuk membahas hubungan kerja sama.
Hati-hati
Setelah briefing dibuka Patrick, Faiza langsung membacakan agenda kunjungan Menlu Hassan Wirajuda ke Maroko dan Tunisia 7-9 Juni besok. “Lima MoU diharapkan akan ditandatangani di Maroko,” katanya. Dia menjelaskan bidang kerja sama yang akan ditandatangani di kedua negara kurang lebih sama, meliputi pendidikan, ilmu pengetahuan serta peningkatan kerja sama ekonomi dan investasi.
Suasana kaku mulai cair dalam sesi tanya jawab. Mulai dari soal laporan Komisi Kebenaran dan Persahabatan yang akan diserahkan kepada kedua Presiden, Timor Leste dan Indonesia bulan ini, hingga isu hangat seperti masalah laboratorium milik Angkatan Laut Amerika Serikat, Namru.
Meski di awal briefing dia mengatakan agenda kunjungan Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, 12-14 Juni mendatang akan dibahas secara rinci oleh jubir Kepresidenan, Faiza tak keberatan menanggapi pernyataan PM Australia itu soal usulan pembentukan Uni Asia-Pasifik dengan focal point Indonesia.
“Kami tertarik…dan kita melihat kesempatan kunjungan beliau minggu depan ke Indonesia sebagai momentum untuk mendengarkan lebih saksama lagi,” katanya. Dia menambahkan Indonesia selalu menganggap Australia sebagai mitra strategis, terutama karena kedekatannya secara geografis.
“Akan banyak isu yang dibahas dalam kunjungan PM Rudd nanti,” kata Faiza. Doktor lulusan Universitas Waikato, Selandia Baru tersebut juga terbuka saat ditanya tanggapannya soal wakil Duta Besar Amerika Serikat John Heffern yang menjenguk korban peristiwa Monas di rumah sakit. “Membesuk itu hak semua orang… itu wajar-wajar saja.”
Seperti biasa, meski briefing telah bubar, masih banyak wartawan yang mengerubuti jubir untuk meminta jawaban eksklusif atau pertanyaan tambahan. Semua dijawab dengan ramah. Tampak Faiza telah siap. Pertanyaan yang “memancing” pun dijawabnya dengan hati-hati. Permintaan untuk menanggapi pernyataan anggota dewan yang terhormat di Senayan pun ditampiknya.
“Saya tidak akan menanggapi pernyataan... saya sendiri belum mendengarnya,” katanya. (natalia santi)
Copyright © Sinar Harapan 2003
0 comments:
Post a Comment