KBMI itu singkatan dari Keluarga Besar Masyarakat Indonesia, sementara PPI itu, jika ada, singkatan dari Persatuan Pelajar Indonesia. Yang pertama memang lebih umum tertuju kepada kelompok keluarga, sementara yang kedua lebih khusus kepada kelompok mahasiswa-mahasiswa Indonesia baik yang private maupun beasiswa.
Di Auckland yang jumlah orang Indonesia terbanyak hingga 3000 orang, ada PPI Auckland dan kelompok umumnya bisa dikatakan saat ini adalah radio Satu Indonesia, selain kelompok-kelompok khusus yang berbasiskan agama, seperti HUMIA (Trust), KKIA dan banyak lagi kelompok-kelompok lainnya.
Beberapa tahun lalu ada yang namanya kelompok IMASI (Ikatan Masyarakat Indonesia) Auckland, tapi kelihatannya sudah menguap. Tapi sekarang ada kelompok yang berbasis internet, yang dikenal dengan nama INDONZ.com. Kelompok ini lebih sophisticated dan professional dengan konsep e-business dan information services yang mencoba meng-cover seluruh masyarakat Indonesia di NZ.
Sementara di Wellington, ada KAMASI Wellington, dan ternyata ada juga yang namanya PPI Wellington. Posisinya yang terletak satu kota dengan KBRI membuat KAMASI dan PPI mudah terlebur mungkin dengan peran KBRI sebagai pemersatu informasi. Di Christchurch, cuma ada kelompok PPI Canterbury mungkin karena terlalu sedikitnya masyarakat Indonesia di kota itu. Hal serupa juga di Dunedin, cuma ada kelompok PPI Dunedin.
OK, sekarang kita hilangkan istilah "kelompok", diganti dengan istilah "perkumpulan" yang lebih enak diucapkan dan didengar. "Perkumpulan" seperti arti katanya sendiri adalah muncul dari kegiatan kumpul-kumpul dari/dalam satu kelompok. Kalaupun ternyata ada dua atau tiga kelompok pun, masih bisa dibilang kumpul-kumpul.
Mungkin issue utamanya adalah apakah suatu perkumpulan itu mampu mengakomodasi suatu kelompok atau tidak. Kalau tidak, ada kecenderungan bahwa kelompok tersebut akan membentuk suatu perkumpulan baru. Kelompok intelektual seperti mahasiswa, kalau mereka punya visi, misi, semangat dan waktu, dalam satu hari pun suatu organisasi yang solid pun bisa dibangun. Ini terbukti dengan terkenalnya Indonesia yang memiliki jumlah kelompok mahasiswa terbanyak di dunia. Terhitung dari jaman orla, orba dan reformasi, formal akademik, formal kemahasiswaan (UKM-UKM) dan yang non-formal akademik dan kemahasiswaan, berbau politik dan kemanusiaan.
Kira-kira satu tahun lalu, disela-sela silaturahmi tahunan KBMI di Forest Lake ada usulan gila dari salah satu anggota agar KBMI diuapkan saja bentuk organisasinya menjadi suatu perkumpulan yang sedikit santai tanpa bentuk organisasi tapi masih bisa dibuat untuk kumpul-kumpul. Tapi untungnya usulan gila dan kurang bijaksana itu ditolak, dan akhirnya organisasi KBMI tetap dipertahankan walaupun dalam bentuk yang cair. Hebatnya, organisasi yang cair itu mampu mengadakan/berpartisipasi tiga acara: Indigo, Tujuh Belasan dan Christmas Parade. Memang dibandingkan bentuk organisasi yang solid tahun-tahun sebelumnya belum seberapa kualitasnya. Harus diakui bahwa, KBMI yang dikelola mahasiswa-mahasiswa Indonesia (Mas Gaga, Mas Vano dan Mas Arie) dulu perlu mendapat acungan jempol.
KBMI saat itu bisa dikatakan solid karena bentuk organisasinya masih jelas dengan anggota kelompok yang masih banyak, sehingga tidak pernah kekurangan sumber daya manusia untuk melakukan ini itu. Satu tahun belakangan ini bisa dikatakan cair karena bentuk organisasinya yang sedikit buram dengan anggota kelompok yang sedemikian sedikitnya sehingga kekurangan sumber daya manusia untuk melakukan ini itu, dan mengusulkan ini itu. Sementara usulan agar diuapkan mungkin berkaitan dengan sikap pesimistis untuk melakukan ini itu, atau paling tidak, karena pesimis akan sumber daya dan prakarsa.
Suatu saat tahun lalu muncul sikap optimis itu ditengah-tengah kecairan dengan usulan Pak Afat agar KBMI bertemu dengan John Denize untuk membicarakan soal pembentukan Trust atau paling tidak Incorporated Society. Sejak pertemuan itu, hal tersebut belum sempat direalisasikan sampai sekarang. KBMI terus bergelut dengan terlaksananya acara Tujuh Belasan dan Christmas Parade. Dan kalau boleh disisipkan di sini, termasuk juga kegiatan badminton every single week yang sudah berjalan selama hampir satu tahun.
Ada yang bilang kecairan KBMI itu karena sepi. Anggota KBMI memang berkurang sejak banyaknya orang-orang Indonesia yang pulang atau pindah ke kota lain. Sebutlah dalam dua tahun terakhir ini, KBMI kehilangan Mbak Dewi dan kel., Mbak Erny, Mbak Esti, Mbak Ayu, Mbak Dian, Pak Faiza dan kel., Pak Bangun dan kel., Bang Hasmir dan kel. dan Pak Rusydy dan kel.
Mungkin ada kaitannya antara sepi dengan cair. Kalau KBMI tetap dianggap suatu bentuk yang volumenya besar, sementara anggotanya semakin sedikit ada kemungkinan jarak antar anggota yang semakin renggang dan akhirnya jadi mencair. Atau mungkin, KBMI kehilangan anggota-anggota yang bisa dikategorikan pengikat. Kedekatan yang muncul karena faktor pengikat bisa terasa seolah-olah dipaksakan, bukan?
Ambil contoh etika pergaulan di pesta, umumnya dua orang saling mendekat dan memulai percakapan. Anggaplah KBMI itu pesta. Coba bayangkan kalau tiap tamu berjarak sepuluh meter satu sama lain, tanpa ada keinginan untuk mendekat, tapi ingin sekali bercakap-cakap. Pesta itu akan ribut banget, bukan karena orang ngobrol tapi ramai dengan teriakan. Kalau pestanya weekend, mungkin tiap tamu yang menggunakan 021 saling mengirimkan text messages.
Sebagian besar pengalaman individu Indonesia yang tinggal di luar negeri seperti Australia, US dan Europe menyatakan bahwa mereka merasa jadi lebih kaku bergaul dengan rekan-rekan sebangsa. Mengurusi urusan masing-masing memang paling mengasyikan. Kita sibuk dengan urusan belajar dan cari uang, karena itulah intisari dari survival kita di negeri orang. Itu sah-sah saja. Ditambah lagi, fokus yang diarahkan ke penyesuaian dengan budaya setempat. Tetapi ada juga beberapa community yang justru berhasil menciptakan kelompok budaya komunal masyarakat satu bangsa.
Sebenarnya melihat faktor psychologis ada gunanya berkumpul dengan rekan sebangsa. Kita bisa melepas kerinduan atau merasa terhibur paling tidak dengan percakapan-percakapan yang "nyambung". Kadang kala kita merasa sendiri atau bahkan ada yang merasa tertekan di tengah-tengah pekerjaan dan study dimana kita berinteraksi dengan orang-orang setempat. Sedikit banyak kita merasa berbeda dengan orang kebanyakan yang dikenal dengan syndrome minoritas. Kecuali kalau memang kita punya niat merubah "jeroan" kita mengikuti mereka, itu lain hal. Bergaul dengan mereka memang jadi lebih mengasyikan.
Bukan salah bunda mengandung kalau Indonesia itu beraneka ragam. Dari jaman dulu, Indonesia memang sudah begitu. Makanya sejak kita merdeka selalu ditekankan untuk menerima perbedaan. Ada teori asal-asalan mengatakan, kalau bisa bersikap supel di lingkungan Indonesia yang beraneka ragam, harusnya mampu bersikap supel dalam lingkup internasional. Bedanya kalau dengan bangsa lain, Pancasila tidak bisa diterapkan.
Orang Indonesia itu banyak macam. Ada yang priyayi, ada yang priyiya. Ada yang petani, ada yang petina. Ada yang dari Sulawesi, ada yang dari Solowesi. Ada yang emang kaya, ada yang emang keye. Ada yang pedagang, ada yang pediging. Ada yang birokrat, ada yang borokrit. Ada yang cerewet, ada yang ceriwit.
Lupakan soal padat, cair dan gas, karena KBMI toh bukan benda mati. KBMI itu kumpulan mahluk hidup yang memiliki kedekatan karena masih berbahasa Indonesia. Kalaupun sedang becanda atau marah, masih menggunakan bahasa Indonesia.
Sekarang kita boleh bersenyum. Senyum optimis dengan kehadiran insan-insan baru dalam tubuh KBMI. Senyum itu untuk Pak Yaya dan kel., Ibu Lisa Amalo dan kel., welcome back. Juga Mbak Hani, Mbak Susi, Mbak Dini, Mbak Joi, Mas Aga, Mas Denny, Mas Teguh, Mbak Iput dan Mbak Ardya. Senyum juga ke wajah-wajah lama seperti Mbak Novita, Mbak Etha, Mbak Maureen. Mereka semua ternyata dalam suatu kesempatan punya kebiasaan yang sama: main ke library Waikato University.
Tidak ada salahnya mengedipkan mata lagi dengan insan-insan KBMI yang sudah lama lengket. Halo apa kabar Pak Yudi/Mbak Ut, Pak Adam/Bu Tatiek dan kel., Tante Christina, Pak Alamsyah dan kel., Bu Heri Van Wering dan kel., Mbak Susan/Mas Mirhan, Pak Afat/Bu Meifang, Mbak Marisa/Mark, Mas Ahmad dan kel., Ibu Hartanti dan kel., Mbak Ida dan kel., Mas Yunus/Mbak Endah, Mbak Rina dan kel., Mas Yohanes/Mbak Nia, Mbak Eka, Mas Jimmy, Mbak Nontje/John, Mbak Juliana, Mas Wijaya/Mbak Meiliana, Mbak Yunnis dan kel., Mas Dede/Mbak Endah, Mas Reza/Mbak Silvy, Mas Arie/Mbak Lia, Mas Gemmy/Mbak Henny, Mbak Nira/Warren, Mbak Novita, Mas Hariadi/Mbak Lingling, Mbak Mariska/John, Mas Ucok Hendry dan kel., Mas Jeffry/Mbak Nina, Mas Tama dan Mas Ryan. Dalam suatu kesempatan mereka punya mimpi yang sama, ngumpulin duit yang banyak terus dihambur-hamburin di Indonesia.
Satu lagi yang tidak kalah majornya, senyum ke bocah-bocah Hamilton yang mengilhami terbentuknya Kelompok Bocah Masyarakat Hamilton. KBMI juga toh. Berdasarkan pecking order, ada tod Kezia, Louisa, Zacky dan Fidella. Kelahiran dan ulang tahun mereka telah menjadi ajang ketemuan dan ngumpul-ngumpul KBMI satu tahun terakhir ini. Bersama bocah-bocah lainnya yang lebih senior dalam suatu kesempatan, mereka semua diharapkan jago berbahasa Inggris secara alami, bahkan kalau perlu memiliki "jeroan" yang sama. Wah kalau yang ini bahaya, bisa gak nyambung nanti dengan kakek-neneknya.
Gile... padet juga ya ternyata.
Btw, kumpul yuk, ngomongin Tujuh Belasan. Bulan Agustus tiga bulan lagi neh.
6 comments:
mau komen,
saya cari duit di sini bukan untuk dihambur"in di indonesia kok.. serius...
thama
sama mau komen juga,
saya ternyata gak bisa ngumpulin duit untuk balik ke indo.... serius.
btw, duitnya untuk buka panti asuhan ya?
oh so sweet...
Kalo boleh tanya siapa tuh yang bikin "Usulan Gila", dari salah satu ('atau salah lebih dari satu') anggota itu ? hee... Menurut saya sih KBMI sekarang bukannya 'CAIR' tapi sudah tidak ada Airnya....jadi tidak bisa cair, apa betul Bung Jeff...
Yohanes
Hallo mas yang nulis,
Namanya mbak Ayu ketinggalan di atas.
Oh sorry,
Udah ditambahin. Makanya koq keliatannya ada yang kurang. E ternyata mbak Ayu. Udah mo married aja sekarang.
Selamat menempuh hidup baru ya mbak.
haiii anggota ppi auckland ada yg namanya faiq bratawijaya gak? gimana kabarnya tuh anak, udh nikah blom? gw sama sama satu sma di 70 bulungan jakarta, thaks infonya ya
Post a Comment